Tinggal di belasan ribu kepulauan seperti Indonesia mestinya kita bisa berenang, dan mestinya lagi, keajaiban bawah lautnya dari dulu kita selami.
Setiap nonton filem dokumenter bawah laut bikinan penyelam, saya kepikiran di laut yang mana saya bisa lihat apa yang mereka lihat. Begitu tahu nggak semua orang bisa -sekaligus- diizinkan menyelam tanpa lisensi menyelam, saya kepikiran: jangankan menyelam, berenang aja nggak bisa!

Dari beberapa syarat yang harus saya penuhi sebelum bisa menyelam, berenanglah yang bikin saya ciut. Dari dulu saya paling nggak jago berenang. Karena biasanya, di kolam renang nggak semua kita memang datang untuk berenang. Kalau nggak foto-foto, ya mojok sambil ngerumpi. Entah karena dari kecil kita terbiasa diajak berenang untuk rekreasi, bukan edukasi. Sampai setelah tamat sekolah pun saya nggak bisa berenang meski SD SMP SMA saya ikut ekskul berenang.

Iseng-iseng saya buka youtube. Saya bongkar semua tutorial dasar berenang. Barulah setelah menonton beberapa vidio saya sadar kalau berenang itu gampang. Salah satu vidio yang saya simpan bahkan mempertontonkan orang gendut bisa berenang bahkan mengapung dengan sangat effortless. Saya penasaran.

Ada teknik dasar yang selama ini saya nggak tahu atau mungkin saya aja yang lagi mojok sambil ngerumpi waktu guru olah raga saya menjelaskan cara berenang. Hari pertama, saya sengaja latihan di jam-jam dimana kolam renang lagi sepi. Sebelum nyemplung, saya nonton tutorialnya dulu. Awalnya saya masih belum nyaman ketika praktik di dalam air. Makanya saya buat rekaman latihan sendiri, koreksi sendiri. Dengan begitu saya nggak perlu bayar orang buat mengevaluasi berenang saya yang masih malu-maluin. Setelah satu teknik berhasil, saya naik ke pinggir kolam dan lanjut nonton, begitu seterusnya. Sampai bisa.

Selama tiga bulan, latihan saya berhasil. Dari rekor yang cuma seperempat lebar kolam, sekarang saya sudah bisa berenang mengitari kolam, berenang terlentang - tengkurap juga saya hajar. Dari sekadar ingin bisa, sekarang saya justru kecanduan. Rasanya nggak ada yang lebih gersang ketimbang seminggu nggak berenang.

Dive Spot: Seulako Island
Untuk bisa menyelam, saya harus menyisihkan waktu buat ikut kursus. Begitu ada kesempatan pendidikan ke Jakarta, saya sempet-sempetin Sabtu dan Minggu ikut kelas menyelam. Semakin dipelajari, menyelam ternyata bukan olahraga yang main-main. Selain peralatannya yang banyak dan ribet, teknik menyelamnya pun segambreng. Setelah ujian teori, ada ujian menyelam ke laut dalam. Wah kalau sampai pingsan di lautan gimana dong? Siapa yang nggak panik!

Di antara semua peserta yang lagi memperjuangkan lisensi menyelam, saya termasuk yang gampang panik di dalam air. Malunya lagi, saya sempat muntah di atas kapal setelah ujian penyelaman pertama. Padahal peserta lain biasa aja. Nggak tahu kenapa kepala saya sakit bukan main. Seumur-umur saya nggak punya riwayat vertigo, tapi kali ini saya benar-benar tumbang! Badan lemas, wajah jadi pucat. Saya hampir memutuskan nggak ikut ujian penyelaman berikutnya dan batal  melihat indahnya dunia atlantis!

Sambil berbaring menenangkan diri, saya langsung googling dan kemudian tahu kalau vertigo yang menyerang penyelam pemula muncul ketika turun ke dalam air terlalu cepat. Pantas saja selama menyelam kepala saya pusing dan nggak hilang-hilang. Di penyelaman kedua, saya turun perlahan. Sangat perlahan. Dan tidak ada masalah. Tidak ada rasa pusing apalagi sakit di kepala saya.

Ujian sukses, lisensi menyelam saya pun keluar.

They look busy
Menyelam memang mahal. Tapi jalan-jalan ke luar negeri juga nggak murah. Kalau sudah makin berumur atau anggaran belanja tiket pesawat ke luar negeri udah disubsitusi ke cicilan rumah, kayaknya lebih asoy nyantai-nyantai di negeri sendiri deh! Main ke pantai, berenang di air sebening kristal, atau menyelam sekalian ke bawah lautnya!

Dengan mengantongi lisensi menyelam, saya jadi bebas mau menyelam di mana aja. Soal biaya menyelam yang selangit juga nggak perlu jadi pikiran karena udah banyak dive center yang murah dengan hitungan biaya per sekali menyelam. Lebih fleksibel, karena bisa menyelam kapan aja kita mau. Jadi, kapan lagi menyelam ke dunia atlantis?
Teman baru - Saking baiknya, kami ditawari istirahat semalaman, sarapan, plus Kopi Manggarai  
Liburan sudah dekat. Segala tempat-tempat menarik sudah dilirik. Tapi, pergi dengan siapa?

Suatu kali saya berfikir bagaimana cara meracuni orang-orang supaya tertarik dengan ide liburan saya yang kebetulan memang akan lebih seru jika dinikmati berbarengan. Apalagi dengan sahabat. Saya memang penggemar solo-traveling. Cuma ya terkadang ada momen-momen perjalanan yang memang harus dirayakan lebih dari sekadar dinikmati sendirian.

Menentukan partner liburan juga bisa memakan waktu berhari-hari. Mulai dari menentukan kandidat dengan jadwal cuti yang sama, sampai memikirkan tempat seperti apa yang bisa membuat orang lain tertarik dengan proposal liburan kita.

Masalahnya, nggak semua orang juga tertarik dengan mimpi jalan-jalan kita.

Anak-anak Ruteng - Mereka datang mendekat dan seketika mengisi sela-sela perjalanan panjang

Pasti jalan
Sebelum merayu orang lain untuk liburan bareng, kita sendiri sudah harus memastikan akan pergi dengan atau tanpa siapapun. Jangan sampai mimpi jalan-jalan sirna hanya karena nggak ada teman.

Pastikan kita sendiri adalah peserta yang sudah resmi yang akan melakukan perjalanan itu. Ketika membujuk orang lain dengan proposal liburan, kita udah gampang menjawab pertanyaan, “Kalau kurang orang nggak jadi berangkat dong?” No! Liburan ini tetap akan terlaksana meski cuma kita pesertanya. Dengan modal yakin begitu, orang lain yang tadinya ragu, akan ikutan yakin jika akhirnya dia tertarik dan harus pergi berdua saja.

Tempat orisinil
Ajaklah orang lain ke tempat-tempat yang orisinil, yang kebanyakan orang belum ramai mengunjunginya. Atau ajaklah ia ke tempat-tempat yang sudah pernah dikunjungi tapi dengan cara berbeda, aktivitas yang berbeda. Alasan terbesar mengapa kita harus kesana, atau kembali kesana. Jika di pengalaman sebelumnya menginap di bungalow, maka kali ini ajaklah ia menginap dengan cara camping di pinggir pantai.

Foto bagus
Racunilah orang lain dengan menunjukkan foto-foto panorama yang mengagumkan. Buat ia merasa di tempat itu saat itu juga. Bayangkan semua keseruan yang belum pernah dialami sebelumnya. Tapi jangan sampai mengiming-imingi pemandangan yang berlebihan. Ingatlah untuk tidak selalu berharap besar pada foto-foto bagus di internet.

Itinerary bersama
Terakhir, buatlah itinerary bersama. Jadi, perjalanan itu bisa menyenangkan semua orang. Jika pada akhirnya salah satu tidak berminat dengan kegiatan kita, ya boleh saja dia melakukan kegiatan yang lain pada saat itu. Plus, buatlah pengalaman ini tetap seru untuk dikenang dengan membuat foto-foto yang bagus. Well, menceritakan liburan seseru apapun, rasanya belum nendang kalau orang lain tidak bisa merasakan suasana perjalanan lewat hasil jepretan kita.

Jalan-jalan dengan travel mate bukan cuma soal budget sharing. Tapi secara psikologis akan lebih seru. Sebagai orang Indonesia yang hobi gossip, rasanya gregetan begitu mengalami kejadian seru tapi disimpan di dalam kepala sendiri. Belum lagi mengungkapkan pemandangan bagus sendirian, rasanya nggak lepas.

Kita sering terbawa lamunan saat di dalam bis, saat menunggu di bandara, atau saat apapun di dalam perjalanan. Merenung di perjalanan adalah yang paling sering. Dan di saat-saat ini lah berbagi pikiran dengan travel mate bisa menyenangkan. Di perjalanan belasan jam saat Saya melintasi Mataram – Sape, saya duduk di bus sebangku dengan Bakti. Dari perjalanan yang berawal lamunan itu, kami berdiskusi. Mulai dari small talk sampai big talk. Saat yang lain sedang tidur, kami malah asik berdiskusi tujuan hidup, membahas filosofi pernikahan segala lah. Aduh!

 Us Time - Momen bersama dan bebas memilih topik obrolan sebebas-bebasnya
Setelah semua usaha itu, kalaupun pada akhirnya kita harus jalan sendirian, ya maju terus. Bukannya saat kita memimpikan mengunjungi suatu tempat kita sudah bercita-cita berada di sana? Toh jalan-jalan juga nggak pernah berakhir sendirian kecuali kita yang memang memilih sendirian.

Ketemu di jalan
Ada banyak orang yang akan kita temui di sepanjang perjalanan. Entah itu orang baik yang menawarkan kita menginap di rumahnya, entah itu world citizen yang dengan senang hati akan menemani kita jalan-jalan di kotanya lewat couchsurfing, atau ya teman satu bus yang kebetulan duduk di sebelah kita. Jalan-jalan sendirian pun kita nggak akan pernah benar-benar sendirian. Sepanjang jalan-jalan sendirian justru saya banyak bertemu dengan sesama solo traveler lainnya. Walhasil, karena tujuan kita sama, ya kita jadi jalan bareng.


Tinggi Sibayak mencapai 2200an mdpl. Angka itu nggak begitu menakutkan karena ada tangga menuju puncaknya.

Gunung Sibayak adalah primadona pendakian banyak orang. Lokasinya cuma dua jam dari Medan. Plus, jalur aspal yang mulus sudah ada sampai setengah jalur pendakian. Makanya, angkot pun bisa  mengantar pengunjung sampai ke pos parkir pertama. Kalau bawa motor, lebih enak lagi karena bisa dibawa ke pos parkir terakhir.

Setelah kenikmatan jalur aspal itu, anak tangga dari semen juga sudah ada di trek pendakian sampai separuh perjalanan menuju lokasi perkemahan. Jadi, dari pos parkir terakhir, 30 menit jalan kaki juga bisa sampai ke puncaknya.

Kalau cuma mau nonton sunrise ya nggak perlu bawa perlengkapan yang ribet.

Dari orang-orang yang datang, kayaknya Sibayak memang menampung segala jenis motivasi pengunjungnya. Mulai dari rombongan suami istri, pasangan-pasangan yang datang dengan jins super ketat, sampai yang kelihatannya mau nongkrong ke mol juga naik ke puncak Sibayak!

Membayangkan jins ketat sambil mendaki aja udah bikin saya sesak nafas. Untungnya bau belerang di puncaknya nggak menyengat.

Saya naik ke puncak Sibayak. Dimana pemandangan lebih lepas dan jernih. Waktu itu Gunung Sinabung baru meletus malam sebelumnya. Otomatis pemandangan hutan yang harusnya hijau jadi terlihat abu-abu. Nah, sebelum mendaki Sibayak ada baiknya menghindari waktu pendakian pasca erupsi Gunung Sinabung.


Bule-bule juga banyak yang naik ke Sibayak. Daerah perkemahan di Sibayak pun jarang sepi. Apalagi pas weekend. Tenda-tenda untuk menginap pengunjung berjajar. Saya salut dengan yang dengan susah payah menggotong sampah di dalam kantong plastik besar turun ke bawah. Sayangnya nggak semuanya demikian. Sisa-sisa snack makanan ringan banyak yang dibiarkan. Saya makin gemes pas melihat orang membuang kantong plastik berisi sampahnya ke semak-semak.


Berlama-lama di Pantai Pangandaran tidak akan membosankan. Rusa-rusa liar bebas berbagi pantai. Langit sore keemasan Pangandaran semakin sayang jika dilewatkan. Panorama laut Jawa, sunset, dan sensasi berjemur bareng rusa adalah anugerah perjalanan yang berkesan.




Parkir -Kapal-kapal nelayan sedang disiapkan sebelum melaut

Bebas -Rusa-rusa cagar alam Pananjung biasa bermain di pinggir pantai



Berjemur -Tanpa takut rusa-rusa beristirahat meski didekati pengunjung



Jinak -Dengan cepat rusa-rusa akan mendatangi siapa saja yang akan memberinya makan

Berkuda -Kalau ingin susur pantai ala pahlawan berkuda datanglah ke Pantai Pangandaran




Apik -Setelah tsunami pada 2006, sekarang Pantai Pangandaran sudah jauh lebih cantik


Berjemur -Rusa-rusa Cagar Alam Pananjung di Pantai Pangandaran


Urusan menikmati sunset, jangan kalah sama rusa.

Untunglah, malam hari menuju Pangandaran saya telat naik bis. Kalau tidak, saya pasti melewatkan nyamannya sunset di Pantai Pangandaran.

Pantai Pangandaran cuma 15 menit jalan kaki dari Terminal Pangandaran. Di pantai sudah banyak penginapan murah. Saya dan tiga teman saya dapat kamar komplit. Semalam cuma 80.000 rupiah dengan kenyamanan kamar mandi air tawar yang bersih, double bed, kipas angin, teve, plus air minum isi ulang. Yah, nggak rugilah.

Kalau sesuai itinerary, sore itu mestinya saya dalam perjalanan pulang dari Pangandaran kembali ke Jakarta. Tapi Tuhan malah menawarkan: bagaimana kalau sore itu kita nyantai di pantai?

Langit sore di Pangandaran sedang emas-emasnya. Kapal-kapal nelayan bernuansa festival dengan bendera warna warni terawat berjajar. Kuda-kuda berseliweran, rusa-rusa nggak kalah eksis berjemur di pantai. Iya! Rusa!

Rusa-rusa di sini sudah nggak canggung dengan manusia. Asal nggak bikin kaget dengan gerakan tiba-tiba, mereka cuek kok diajak berjemur bareng! Sesekali saya pura-pura kasih makanan di depan rusa-rusa yang tanpa busana, dan dengan gampangnya rusanya mendekat!

Lepas dari satu rusa, saya dicegat rombongan rusa yang lain. Sampai matahari terbenam, barulah rombongan rusa-rusa ini bangkit meninggalkan pantai.

Pantai Pangandaran kebetulan dekat Cagar Alam Pananjung. Tiap sore, rusa-rusa ini dengan bebasnya berhamburan ke pantai. Hidupnya memang enak banget. Habis cari makan, kenyang, berjemur, pacaran, duh! Rusa aja main di pantai!