Never-Ending Jalur Puncak

Langit emas Pantai Pangandaran, Jawa Barat

Kalau bukan impulsive traveller, berjanjilah jangan pernah ngaret saat jalan-jalan.

Jalan-jalan dengan waktu terbatas bukan saat yang tepat buat berimprovisasi dengan itinerary. Meleset sejam saja bisa bikin bujet membengkak atau terpaksa membatalkan salah satu tujuan perjalanan. Molor sedikit bisa bikin ketinggalan bis, atau malah bisa kehabisan bis! Ujung-ujungnya waktu menginap diperpanjang semalam, dan tentunya biaya makan bertambah. Kalau sudah begini, jalan-jalan ya boleh ala backpacker, tapi bujetnya malah jadi ala traveller.

Waktu ke Green Canyon, saya memulai perjalanan dari Terminal Kampung Rambutan. Saya sudah yakin kalau KRL dari rumah saya menuju terminal bisa menyiasati macet. Sayangnya, nggak ada stasiun kereta yang tersedia di dekat Terminal Kampung Rambutan.

Mau nggak mau, malam-malam saya mengandalkan angkot dari stasiun kereta terdekat menuju Terminal Kampung Rambutan. Dan Voila! Jalanan macet hampir satu jam! Jakarta memang suka bikin kejutan. Akhirnya saya sampai di Kampung Rambutan jam 10 malam. Ini sudah dua jam lewat dari jadwal itinerary!

Saya buru-buru masuk ke terminal. Membaca satu-satu tujuan keberangkatan yang dipajang di kaca bis. Tidak ada yang ke Pangandaran! Dengan jawaban yang sama, semua calo bis bilang, “Bis ke Pangandaran habis, Mas!”

Beberapa penjual makanan yang yang saya tanya mengatakan kalau bis yang berangkat ke Pangandaran masih ada sampai tengah malam. Tapi semakin malam, saya nggak mau bertaruh antara ke Pangandaran besok paginya gara-gara kehabisan bis atau ke tetap ke Pangandaran malam itu juga tapi naik bis 'asal-asalan'.

Satu-persatu calo bis bernego dengan saya. Tawar menawar tiket semurah mungkin dengan risiko akan diturunkan di terminal lain -dan harus menyambung bis lagi menuju Pangandaran. Akhirnya, saya putuskan untuk naik bis jurusan Tasikmalaya (masih dua jam dari Terminal Pangandaran).

Dengan ongkos 75.000 rupiah saya dijanjikan tiba di Pangandaran besok pagi-pagi sekali. Deal. Saya lalu naik ke bis yang masih kosong banget. Bangkunya lengket, bau besinya yang berkarat menyengat.

Setelah penumpang hampir penuh, tepat tengah malamlah bis ini baru berangkat. Itienerary saya semakin elastis setelah melihat gaya melaju bisnya yang lelet banget. Jalan yang lambat itu makin sempurna saat jalur yang ditempuh bukanlah tol Cipularang melainkan never-ending Jalur Puncak!

Dari tidur-bangun-tidur-bangun lagi, bisnya masih melaju di jalan yang nggak ada tanda-tanda mendekati terminal. Dari penumpang yang tadinya penuh hingga tinggal beberapa.

Saya semakin diburu oleh itienerary sendiri. Harusnya, jika berangkat malam hari dari Jakarta, saya sudah tiba di Pangandaran besok paginya. Kenyataannya sampai siang hari saya masih terjebak di jalur puncak.


Saya udah berharap pagi-pagi bisa langsung nyebur ke Green Canyon. Tapi, boro-boro bisa nyebur, melihat papan selamat datang di Pangandaran aja enggak.


Siang hari, setelah hampir 12 jam, sampailah saya di Terminal Indihang, Tasikmalaya. Dari yang tadi besi bangkunya dingin kena embun pagi sekarang bau karatnya udah menguap kemana-mana karena kepanasan.


Di Terminal Indihang, saya dioper ke bis kecil jurusan Pangandaran 'sungguhan'. Dari Tasikmalayalah bis kecil ini melunasi muslihat kernet bis jurusan Banjar sebelumnya. Sampai di Pangandaran, hari sudah sore. Sementara Green Canyon tutup jam 4 sore. Walah!

Menginap jadi jalan keluar supaya besoknya bisa main ke Green Canyon. Setelah berburu penginapan murah, sore itu jadi waktu saya buat ngintip rusa-rusa yang lagi berjemur di pantai Pangandaran. So sexy!

0 komentar:

Post a Comment